Sabtu, 18 April 2009

Sayang sekali harus melewatkan To kill a mocking biRd & Bumi Manusia huhuhuhuhuhuu...

Kedua buku ini, mempunyai jalan cerita yang jauh berbeda, gaya penceritaan yang berbeda, dan penokohan protagonis yang berbeda pula berdasarkan jenis kelamin dan usia.
Namun dari kedua protagonis inilah, kita bisa menyaksikan dengan baik dunia manusia pada akhir abad 19 dan awal abad ke 20, yang sangat mengagungkan bangsa KULIT PUTIH!!
lalu, bagaimana dengan cerita di abad 21 ini? Yep, walaupun pemujaan terhadap kinclongnya kulit putih mulai meluruh seiring menguatnya internalisasi paham postmodernitas. Namun tetap saja DISKRIMINASI tetap ada!
Serta kembali, sang pemilik kulit putih menduduki kasta teratas.

Seperti yang udah aku bilang sebelumnya, tahun latar belakang alur cerita terpaut tidak terlampau jauh. Namun memang jarak pengetahuan tokoh-tokoh novel di to kill a mocking bird dan Bumi manusia, sangatlah berabad2!
Kedua novel ini merepresentasikannya dengan sangat baik bahwa jarak pengetahuan yang demikian jauh, ternyata tidak membuat orang semakin beradab.
Tom Robinson, Nyai Ontosoroh, Minke, bokapnya Scout, ga bisa berbuat apa2 di depan hukum orang kulit putih! Sekalipun keduanya menjalankan sistem peradilan yang jauh berbeda. Kalo di To kill a mocking Bird acara pengadilan menggunakan Common law, sebagai penentu keputusannya yaitu para juri yang berjumlah 12 orang *kalo ga salah inget hehehe*. Di indonesia, pada zaman Hindia belanda menggunakan Civil law, yang segala keputusan peradilan ditentukan oleh pak Hakim!!
Adilkah hukuman itu bagi pemilik kulit berwarna? Jelas ga lah...

Seperti di to Kill a mocking birD, Tom Robinson seorang kulit hitam *kalo ga salah ya...lupa lagi hohoho* Tokoh yang dikenakan hukuman penjara padahal ia tidak bersalah menurut bukti2 yang kuat. Namun juri lebih mempercayai kejadian menurut saksi berkulit putih, yang jelas berbohong.

Di Bumi Manusia, inlander makin tergilas lagi dengan ketidakadilan hukum. Terbukti dengan tidak diakuinya pernikahan secara Islam yang syah, sehingga Minke tak bisa mempertahankan istri tercinta, Annelise, untuk tetap bertahan di tanah Surabaya. Itu hanyalah satu contoh yang aku angkat dari tetralogi pulau buru om Pram, contoh yang lain? Tenang man,,,bejibun coy.

Lalu bagaimana dengan hukum di abad 21 ini?
*kayaknya makin buruk deh, yah..paling ga di Indonesia deh...eh ga juga deng, buktinya banyak pejuang Islam di Penjara Guantanamo, mendapatkan proses hukum yang berkepribinatangan*

Manusia, manusia,,,dari jaman batu ampe jaman sekarang kagak ada bedanya. Gue jadi semakin mangamini kalo manusia sebenernya hanya mengulang sejarah aja...


Tidak ada komentar: